FOKUSMALANG - Pencopotan
banner raksasa komunitas Red Army memang sempat memicu kontroversi, khususnya
bagi warganet. Di satu sisi netter mengkaitkan pencopotannya dengan korelasi
Red Army dengan Komunisme, dan di sisi lain muncul pula kabar pencopotan tersebut
terkait dengan agenda persaingan dalam Pilkada Kota Malang pada 2018 mendatang.
Rupanya dua kabar yang beredar luas melalui dunia maya
tersebut tidaklah benar. Seperti dikatakan langsung oleh Kasatpol PP Kota Malang
Priyadi, bahwa pencopotan banner tersebut murni alasan administrative. Banner dengan
gambar mantan Walikota Malang Peni Suparto tersebut belum mengantongi ijin
reklame sesuai dengan peraturan daerah yang ada.
“Banner ini kami copot, setelah ada laporan masyarakat bahwa
tidak ada ijinnya. Dan setelah kami cek memang tidak berijin. Sehingga sesuai
ketentuan yang ada harus dilepas. Jadi pencopotan ini sama sekali tidak terkait
dengan kontroversi komunisme atau pilkada seperti yang beredar di media sosial,”
ujar Priyadi, Selasa (04/07/2017).
Sementara pendiri Red Army, Peni Suparto sendiri langsung
bersikap tegas dengan munculnya kabar kontroversi tersebut. Mantan politisi
PDIP ini langsung menyatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya Red Army akan
merubah nama, sehingga tak lagi dikaitkan dengan gerakan komunisme.
“Demi mengakhiri kontroversi, akhirnya kami putuskan Red
Army akan diganti nama dengan Garda Pancasila. Karena sedari awal Red Army yang
merupakan sayap PDIP ini memang setia dengan NKRI dan Pancasila,” terang Peni
Suparto dalam konfrensi pers Rabu, (05/07/2017).
Sedangkan terkait dengan pencopotan banner, Peni juga memang
mengakui bahwa banner tersebut belum mengantongi ijin. Ia nekat memasang
lantaran dinas perijinan sedang libur Idul Fitri.
“Kemarin saat pemasangan, kantor pemerintahan kan sedang
libur. Rencana mau diurus belakangan,” kata Peni.
Sedangkan Ketua DPC PDIP Kota Malang Arif Wicaksono,
membenarkan bahwa Red Army, memang organisasi sempalan dari PDIP saat masa
Pilkada 2013 yang lalu. Terkait dengan kontroversi yang terlanjur menyebar,
pria yang juga Ketua DPRD Kota Malang ini meminta masyarakat bisa bersikap
bijak dan tidak mudah termakan berita –berita yang tidak benar.
Kepada Red Army sendiri Arif berharap, bisa ada penjelasan
dan klarifikasi sehingga tidak terus memicu perdebatan di masyarakat.
“Memang benar dulu Red Army bagian dari PDIP, namun itu
dulu. Soal sekarang jadi kontroversi, saya harap masyarakat tidak terpancing
dan pihak –pihak terkait bisa segera meluruskan, sehingga tidak menimbulkan
keresahan yang lebih jauh,” beber Arif.