Oleh
Hino Kertapati S.sos - Tim Kontenporer Studio/ Pengurus IJTI Korda
Malang Raya
PDAM atau Perumda Tugu
Tirta menghadapi krisis air dalam nyaris dua bulan terakhir. Rupanya krisis
yang terjadi bukan sekedar secara teknik yang memberikan dampak kepada puluhan
ribu pelanggan di wilayah Kedungkandang khususnya. Namun krisis tersebut juga rupanya
menjadi ‘Krisis Komunikasi’ bagi PDAM.
Kenapa bisa
terjadi? berikut analisa yang saya lakukan:
FAKTA DI LAPANGAN
Dalam kurun waktu 21
Desember 2019 (awal krisis) hingga 27 Januari, saya mengumpulkan sejumlah data,
khususnya melalui pendekatan Google Search Engine yang merupakan mesin pencari
yang paling digunakan audiens khususnya di Indonesia. Adapun fakta yang saya
temukan sebagai berikut:
Dengan Keyword (KW)
“PDAM Kota Malang”, saya menemukan 58 artikel. Dari 58 artikel tersebut, 50
diantaranya menggunakan KW (kata - kata negatif) untuk PDAM, 8 lainnya
dalam judul dan kata - kata positif.
Referensi kata - kata
negatif tersebut merujuk pada judul yang menggunakan kata yang dalam tatanan
masyarakat Indonesia dinilai untuk analogi hal negatif, khususnya untuk lini
khusus (niche) yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, dan air bersih.
Contohnya:
Krisis, Mati, PDAM
Lamban, air macet, Pecah, Hujatan, Rusak, Bocor, tuntut….
Hal ini belum termasuk
dengan kalimat judul yang menaruh PDAM dalam posisi negatif, seperti:
https://jatimtimes.com/baca/208176/20200125/074200/pipa-air-sering-bocor-ini-alasan-tugu-tirta-belum-realisasikan-pemanfaatan-air-sungai
https://www.jatimtimes.com/baca/207874/20200118/183500/air-belum-mengalir-warga-tuntut-kompensasi-dari-perumda-tugu-tirta-kota-malang
Sedangkan 10% berita (+)
untuk PDAM, adalah judul yang memperlihatkan, bagaimana upaya dari PDAM untuk
bisa menanggulangi krisis ini. Ataupun rasa terimakasih dan pengertian warga
ata situasi krisis air bersih tersebut. Contohnya adalah:
https://beritajatim.com/peristiwa/perpamsi-jatim-kerahkan-11-truk-tangki-air-bantu-warga-kota-malang/
https://beritajatim.com/peristiwa/perpamsi-jatim-kerahkan-11-truk-tangki-air-bantu-warga-kota-malang/
Dari 58 Artikel tersebut,
porsi untuk PDAM terbilang minim. Hal tersebut belum teridentifikasi
penyebabnya.
https://regional.kompas.com/read/2020/01/15/14094091/pipa-pdam-bocor-21000-rumah-di-kota-malang-krisis-air-bersih?page=all
https://regional.kompas.com/read/2020/01/15/14094091/pipa-pdam-bocor-21000-rumah-di-kota-malang-krisis-air-bersih?page=all
Sehingga dari
pemberitaan media massa baik lokal dan nasional, citra PDAM Kota Malang masih
negatif.
UPAYA PDAM KOTA MALANG
PDAM Kota Malang sendiri,
secara strategi komunikasi, sebenarnya tidak diam dalam turut menanggulangi
krisis air bersih yang terjadi.
Dalam kasus ini, PDAM
Kota Malang memilih lebih melakukan optimasi dari sisi media sosial.
Update yang dilakukan
PDAM Kota Malang melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook, memang
terbilang INFORMATIF dan UPDATE. Dari analisa saya, dalam masa krisis ini.
media sosial yang diakui resmi oleh PDAM Kota Malang, hampir selalu melakukan
update kegiatan mereka dalam penanggulangan krisis. Mulai dari perbaikan PIPA,
hingga distribusi bantuan air bersih.
Bahkan banyak sekali
informasi terbaru PDAM yang justru sulit atau bahkan tidak kita temukan di
media massa yang terverifikasi.
Contoh update feed IG/FB
PDAM
Menariknya, informasi
yang sama, justru tidak mudah ditemukan melalui media massa yang memiliki
verifikasi jelas (belum ada hasil penelitian terkait, mengapa hal ini terjadi).
Hal tersebutlah tampaknya yang akhirnya juga memberikan feedback negatif kepada
PDAM dari masyarakat, dan membentuk opini publik negatif, bahwa PDAM lambat dan
tidak maksimal dalam penanganan krisis tersebut.
Contoh feedback negatif:
PENDEKATAN TEORITIS DAN
ANALISA
Kenapa Feedback Negatif
Bisa Terjadi
Dalam riset yang saya
lakukan melalui pendekatan teori content analysis dan Mass Media
Ditemukan bahwa PDAM
Kota Malang melakukan kesalahan strategi komunikasi dalam krisis air ini.
Dimana, PDAM justru terkesan menjauhi media massa. Padahal, konsumen PDAM
justru didominasi konsumen yang bersifat tradisional karena memiliki usia
40 tahun ke atas, dengan kecenderungan lebih mempercayai media massa
konvensional (koran, radio, televisi) daripada media sosial.
Dalam Teori Masyarakat
Massa oleh Fredinand Tonnies, disebutkan bahwa:
“Teori
masyarakat massa memandang publik sebagai masyarakat yang tidak teratur, tidak
berbeda, dan tidak tahu apa-apa sehingga mudah untuk diperintah oleh para elit
politik yang tidak bermoral dan yang akan memanipulasi opini publik untuk
melayani kepentingan elit.”
Di
sinilah PDAM yang gagal melakukan pendekatan media massa dengan baik, memang
juga gagal memperbaiki dan membentuk citra positif serta melakukan
reengineering terhadap opini publik masyarakat yang kini menjadi liar, tidak
teratur dan berujung pencitraan negatif kepada PDAM, yang sebenarnya sudah
melakukan banyak upaya nyata dalam perbaikan, namun channel yang mereka pilih
untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat (media sosial) justru
salah.
Media
Sosial sejatinya justru tidak diisi oleh konsumen langsung dari PDAM. Karena
justru penuh dengan konsumen tidak langsung dari user PDAM. Media sosial juga
punya potensi retensi tinggi, karena memberikan ruang bagi publik untuk
membentuk opini mereka lewat kolom komentar. Semakin banyak komentar akan
semakin banyak membentuk opini publik. Opini publik menjadi pembenar, meskipun
realitanya bisa jadi tidak benar.
PDAM
seharusnya bisa menggunakan pendekatan melalui media massa. Dengan membentuk
tim krisis yang selanjutnya berdampingan dengan media, untuk bisa menciptakan
opini dan citra publik yang positif.
Seperti
yang disampaikan praktisi Public Relation Firsan Nova dalam bukunya “PR War”,
bahwa:
Bekerja
sama dengan Media merupakan salah satu saluran menanggulangi krisis
“Selama
krisis, media bisa menjadi sekutu kuat dalam mendapatkan dan menyampaikan pesan
anda cepat dan akurat. Hal ini dimungkinkan jika anda meluangkan waktu untuk
memahami peran mereka dalam membangun hubungan yang kuat dengan merek,”
(halaman 115)
Hal
inilah yang justru memang tidak ditemukan dalam Krisis Air yang dialami PDAM
Kota Malang. PDAM justru lebih banyak melakukan update informasi melalui
saluran media sosial mereka, yang sayangnya juga belum terverifikasi dengan
memiliki tanda centang biru, baik Facebook, Instagram dan Twitter.
Gambar
diatas saya tangkap pada pukul 17.51 WIB 02/02/2020
Dimana
pada waktu yang sama, sebenarnya PDAM justru sudah banyak melakukan kegiatan,
namun update tersebut hanya kita bisa lihat dari media sosial bukan media
massa.
Tangkapan
di atas saya lakukan pada waktu yang sama, 17.53 WIB, 02/02/2020
Sangat
terlihat informasi bagus tentang Dirut PDAM yang melakukan kunjungan, sama
sekali tidak muncul di media massa, (online versi Google Search)
SOLUSI
- Seharusnya sejak awal krisis terjadi secara komunikasi
dan hubungan dengan publik, PDAM bisa dengan cepat membentuk tim krisis
- PDAM bisa membuat grup WA dengan media, sehingga update
informasi bisa diberikan secara masif kepada semua media, dengan harapan,
media bisa merespon informasi tersebut menjadi berita
- PDAM seharusnya bisa menyewa beberapa ruang media selama
masa krisis. Khususnya media konvensional lokal (koran, radio, tv lokal)
yang akan digunakan sebagai ruang membangun opini publik positif secara
intens. Bentuk komunikasi bisa dilakukan dengan advetorial, pemberitaan
secara kontinyu, juga dialog interaktif publik.
- PDAM bisa mengurangi intensitas update di media sosial
yang bisa menimbulkan ‘keriuhan’ di ruang publik dan memberikan ruang
pembentukan opini negatif. PDAM seharusnya mulai intens membangun komunikasi
dan membagi informasi dengan media massa dengan lebih intens, demi bisa
membangun komunikasi publik yang positif.
KESIMPULAN
Krisis
air di PDAM tampaknya tidak mendapatkan persiapan dan perencanaan krisis dengan
baik. Sehingga gaya berkomunikasi PDAM tampak masih sama, sebelum dan saat
terjadi krisis, berfokus mengandalkan media sosial, yang justru pada akhirnya
lebih banyak memberikan feedback negatif, hingga berujung kepada pembentukan
opini publik yang bertolak belakang dengan upaya dan citra perusahaan.
PDAM
juga terlihat gagal untuk bisa menggandeng media massa bersama mereka. Hal ini
terlihat dari analisa konten yang kami lakukan, dimana masih lebih banyak kata
berkonotasi negatif di media, serta minimnya sumber dari internal PDAM
sebagai sumber berita dalam nyaris 2 bulan terakhir krisis air.
Media
Massa tidak mendapatkan porsi update informasi dan kegiatan yang sama dengan
yang ada di media sosial PDAM (terkait hal ini akan ada riset lanjutan, terkait
penyebabnya).
Kondisi
ini membuat opini publik negatif yang sudah beredar menjadi semakin liar,
karena media massa juga tidak turut meredam.
*tulisan dan karya ini tidak dibuat untuk menjelekkan atau
menyudutkan pihak tertentu. Namun bisa menjadi pijakan untuk semua bersama
melangkah lebih baik kedepannya. Terimakasih